RSS

Pages

Cerpen


Pagi yang Kunanti Berakhir dengan Tak Berarti
Besok pagi adalah hari yang paling kunanti. Namaku Nabbila Tasya Ainda, teman temanku sering memanggilku Bila. Aku adalah siswi dari salah satu SMA favorit di daerahku. Malam ini adalah malam yang paling tak terlupakan. Janji yang kubuat untuk esok hari adalah sebuah janji yang paling kunanti. Segera ku bergegas ke tempat tidurku untuk mengakhiri malam ini. Dan menantikan hari esok yang kian pasti.
Mataku mulai terbuka dan merasakan nuansa sunyi di sisi kamarku. Pintuku pun mulai ku buka seakan kumembuka lembaran baru. Entah kenapa bibirku tersenyum dengan sendirinya, otakku mulai berangan tinggi, mungkin tak akan memebuatku kembali. Kuteringat akan sebuah janji yang telah ku buat dengan seseorang. Mataku langsung berbinar seolah ku memandang sebuah hari yang cerah.
 Pagi ini tidak begitu cerah, namun hati ini bersinar sangat cerah melebihi cahaya matahari yang tengah bersinar. Ku mulai bergegas memulai hari. Rambutku pun kusiram dengan penuh harapan.
Tepat pada pukul 8.30 aku bertemu dengannya. Mataku terlihat aneh saat memendangnya. Dia bukan seperti yang ku lihat saat ia kenakan baju putih abu abu. Dia terlihat lebih dewasa dengan  nuansa batik hitam yang ia kenakan.
Mungkin ia menyesal datang menemuiku. Tapi apa boleh buat waktu terlanjur berlalu. Dia mengemudi tepat dibelakangku. Sebenarnya aku ingin terus tersenyum, tapi aku malu aku takut saat ia melihatku. Jantungku terus berdebar, tapi untungnya hanya aku yang tahu. Aku benar benar takut melihatnya, aku takut ketika ia lontarkan suatu pertanyaan padaku. Aku bingung, aku tak bisa mengontrol detak jantungku, aku jadi salah tingkah.
Ia terus mengemudi di belakangku. Aku terus mencoba untuk mengalihkan sesuatu agar teman didepanku tak curiga denganku.
Huh aku bingung harus berbuat apa. Semoga ia tidak tahu bahwaku telah salah tingkah. Ia pun memebuka helmnya. Kenapa mataku tak kunjung berhenti melihatnya? Tak sengaja ku lihat sebuah rasa penyesalan diwajahnya. Sungguh aku benar benar merasa bersalah padanya. Aku tahu dia benar benar menyesal hari itu.
Hari ini ku benar benar memeperkenalkan diriku kepadanya. Aku buka sedikit rahasia yang mungkin tak pernah ia ketahui tentangku. Aku tahu ia sebenarnya mendengar ocehanku, tapi dia pura pura berpaling seolah ia tak mendengarku.
Moodku tiba tiba berubah menjadi buruk. Ia memparkenalakn mantan pacarnya di hadapanku. Rasanya ingin ku pukul wajahnya sekuat tenagaku. Tapi apa daya dia bukan siapa siapaku. Ku hela nafasku sepanjang mungkin. Ku terdiam lama, sungguh sangat lama. Beberapa waktu setelah itu. . .
Aku ingin mencoba memanah ke suatu arahkan dengan penuh perasaan ku bayangkan dihadapanku adalah wajah gadis itu. Dan. .  ku berhasil memanah tepat dilingkaran merah dengan sasaran hayalan wajah perempuan itu. Ia menyusulku ia tunjukkan kemampuannya memanah dihadapanku dan tak ku hiraukan.
Ku beralih pada sebuah permainan tes. Tapi kenapa hasil tesku sama dengannya. Sama persis, sifat, kelakuan dan kebiasaanku sama dengannya. Beberapa waktu berselang ia telah pergi beralih ke sebuah alat musik ia tunjukkan kemampuan lainnya . ia memainkan banyak nada yang tak beraturan yang semakin membuatku bosan untuk mendengarnya.
Ku kembali memainkan sebuah anak panah, ku lemparkan panah itu sekuat tenagaku. Kuluapkan seluruh emosiku kearah benda itu. Namun tak tepat sasaran, panah itu terjatuh tepat dihadapannya. Dia memarahiku dan melarangku memainkan panah itu. Dia menyita sasaranku. Namun aku tetap keras kepala kuambil benda itu dari atas pangkuannya. Kumainkan untuk keduakalinya. Namun sifatnya sama denganku, ia tak mau kalah dan tak mau mengalah ia kembali mangambil benda itu dan meletakkannya di sisi kirinya. Aku pun samakin emosi langsung kulemparkan sebuah anak panah ke sisi kirinya. Namun . . emosiku melukai tangannya. Tanpa sepengetahuanku tangannya tiba tiba memegang benda itu dan panahku melesat keras keatas tangannya. Aku bingung, ingin rasanya ku pegang tangannya dan  ku obati lukanya. Namun nyaliku tak setinggi anganku. Ku tak berani memegang tangannya. Ku biarkan darahnya menagalir dan ku lemparinya dengan sehelai tissue. Sungguh sebenarnya aku bermaksud untuk mengusap lukanya. Rasa takutku mengurungkan niatku. Ku biarkan dia bengusap lukanya sendiri dan tak henti hentinya ku lontarkan kata maaf dari mulutku.

0 komentar:

Posting Komentar